Kamis, 30 Maret 2017

Cerpen-Diary untuk Sang Jodoh



Diary untuk Sang Jodoh
            Kini aku telah menjalani usia yang ke-24 tahun, aku sedang menjalani S2 di Universitas Negeri impianku. Selama itu pula aku tetap menjaga pandanganku dan hatiku kepada lelaki yang bukan mahramku. Aku akan tetap menunggu pemilik tulang rusuk yang ada di dalam tubuhku ini. Tulang rusuk yang di amanahkan Allah agar tetap ku jaga karena dia merupakan jodoh dunia akhiratku.
            Ku lihat diary mungil yang terletak di atas mejaku. Diary yang khusus aku tuliskan dengan indahnya untuk sang kekasih halalku kelak. Ku raih diary itu dan mulailah aku menarikan penaku di atasnya.
Dear jodoh,,,,
Dimana pun kamu berada dan siapa pun kamu, aku selalu percaya kalau kamulah yang terbaik yang dikirimkan sang Rabb untukku. Sang kekasih yang tak tahu dimana keberadaannya, aku di sini masih menunggu kehadiranmu dan terus mendoakanmu agar segera menghalalkanku. Semoga Allah memberikan jalan terbaik untuk kita berdua.
            Buku diary yang awalnya lembaran itu kosong dan bersih. Kini telah ternodai dengan tinta-tinta penaku dengan rangkaian kata yang indah. Rangkaian kata indah yang ku tulis dengan penuh kasih sayang dan juga dengan penuh harapan ia juga akan menjaga pandangannya kepada wanita-wanita yang bukan mahramnya dan akan tetap berusaha serta berdoa agar segera menghalalkanku. Walaupun kami belumlah saling mengenal untuk saat ini. Namun, aku selalu percaya Allah akan mempertemukanku dengan dia yang baik dan juga dengan cara yang baik.
            Setelah selesai, aku pun segera pergi ke kampus. Dengan wajah yang tetap memancarkan semangat yang luar biasa dan berharap kalau semuanya akan berjalan dengan baik tanpa ada rasa kekecewaan ataupun penyesalan karena sesuatu yang akan terjadi nanti.
            Setiap kali aku berjalan melewati lorong demi lorong untuk menuju ruanganku, ada saja lelaki yang mengucapkan salam padaku dan menebarkan pesona mereka, tetapi aku akan tetap menjaga hati dan pandanganku. Namun, tak lupa untuk menjawab salam mereka karena mengucapkan salam hukumnya wajib. Sambil melangkah, hatiku seolah-olah berkata tanpa ada ku perintah untuk berbicara mengenai ini.
“Untukmu sang kekasih halalku kelak, aku mohon jagalah pandanganmu kepada siapapun wanita yang bukan mahrammu karena aku pun juga seperti itu. Tetaplah menunggu kehadiranku di waktu dan tempat yang telah Allah takdirkan untuk kita berdua,” kata hatiku
            Akhirnya, aku sampai di ruangan. Aku pun segera duduk di kursi paling depan agar aku dapat lebih mengerti pelajaran yang disampaikan dosenku nanti.
            Selain menjalani masa S2 ini, aku juga mengajar di sekolah SMA Negeri A. Di sana aku mendapatkan keluarga baru yang membuatku mampu berkarya dan membimbing mereka yang ku harap kelak mereka mampu menjadi insan pembangun bangsa yang berkarakter. Setiap sesampai rumah, aku selalu menyempatkan diri untuk menulis.
Dear Jodoh,,,
Aku masih disini, masih menunggumu bersama dengan doa yang selalu ku utarakan pada Allah untuk setiap kebaikan dan kelancaran untuk apapun yang kamu lakukan demi menghalalkanku. Semoga Allah mengiringi setiap langkahmu, ku harap kamulah jodoh dunia akhiratku. Aamiin
            Hari ini merupakan hari istimewa wanita terhebatku. Aku sudah mengumpulkan uang untuk membelikan kado terindah untuknya yaitu mukena yang terukir indah yang memang sudah aku rencanakan akan aku beli setelah uangku terkumpul. Dan aku juga sudah memesan kue yang indah nan lezat untuk bunda tercinta. Namun, semuanya hancur. Aku terjatuh tersandung batu kecil yang benar-benar membuatku merasa kecewa dan serasa kalau usahaku untuk mengumpulkan uang sia-sia. Kue yang telah di tanganku kini telah terjatuh dan mengenai mukena indah ibuku. Kue hancur dan mukena ternodai oleh mentega warna-warni kue.
            Aku pun menangis, tetapi seseorang memberikan sapu tangannya kepadaku. Namun, aku hanya menunduk tanpa melihat siapa dia. Ketika mendengar dia berkata, seolah aku mengenal suaranya dan hatiku berdetak dengan kencang saat ini.
“Ini ambil,” kata dia
            Aku pun mengangkat kepalaku dan memberanikan untuk melihatnya. Ternyata, dia adalah teman semasa S1 ku dulu. Teman yang selalu ada untukku dan sempat menyatakan cinta padaku hingga memintaku untuk menunggunya.
2 Tahun lalu
            Di sebuah taman, seseorang lelaki menghampiriku dan duduk di sebalahku. Seseorang yang selalu membuat jantungku berdetak tidak seperti biasanya.
“Ka,” katanya memulai membicaraan
“Iya,” jawabku dengan menundukan pandanganku
“Sebelum terlambat dan sebelum kita akan pergi meraih impian kita masing-masing, aku ingin berkata sesuatu kepadamu. Aku tidak bisa lagi memendam perasaan ini, perasaanku kepadamu. Aku tahu kalau kamu tidak akan mungkin mau menerima cintaku saat ini. Dan aku mohon tunggu aku hingga nanti telah Allah tentukan di saat yang tepat dengan waktu yang tepat pula. Aku mohon Rika. Aku janji akan menjemputmu di saat yang tepat,” kata Diki temanku
            Aku hanya menunduk mendengarnya berkata seperti itu. Perkataan yang membuatku ketakutan akan jatuh cinta kepada orang yang tidak tepat, aku takut kalau nanti aku tidak bisa menjaga pandanganku dan juga hatiku. Aku takut menyakiti perasaan jodohku kelak.
“Terserah kamu! Tetapi aku akan kembali Ka, untukmu. Aku pergi ya,” katanya yang pergi meninggalkanku tanpa membawa respont balasan dariku
            Masih teringat jelas akan kisah dua tahun lalu. Sudah hampir dua tahun itu pula, aku tak berjumpa dengannya dan selama itu pula aku tak ada berkomunikasi dengannya. Tetapi, atas seizin Allah, Dia mempertemukan kami di tempat ini.
“Rika, alhamdulillah. Akhirnya, Allah izinkan kita untuk bertemu lagi,” katanya dengan wajah bahagia
“Diki, bagaimana kabar kamu?,” tanyaku
“Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat aku baik-baik saja. Kamu jugakan?”
            Aku hanya menunduk karena keadaanku saat ini lagi sedih. Melihat ekspresiku yang seperti itu. Diki pun merasa kebingungan.
“Ka, kamu kenapa?,” tanyanya
“Hari ini bundaku ulang tahun ki, tapi kuenya sudah hancur dan mukena yang ku belikan untuknya juga sudah kotor,” jelasku kepadanya
“Ya sudah kita beli lagi kuenya dan kalau masalah mukena, itukan bisa kita bersihkan,” katanya memberikan solusi kepadaku
“Dan masalahnya uang ku tidaklah cukup untuk membeli kue lagi”
“Kan ada aku”
“Tidak! Tidak!”
“Ka, aku mohon ambil ya! Kali ini saja ikuti keinginanku”
“Tapi ki”
“Ya sudah kalau nanti kamu sudah ada uang kamu ganti uang aku. Nah, pakai!,” katanya sambil memberika uang kepadaku
“Terima kasih ya,” sambungku dengan senyum
            Entah mengapa jantungku masih saja berdetak dengan kencang saat di dekatnya. Hal ini belum pernah aku rasakan kepada siapapun kecuali dia. Dia yang mampu membuatku nyaman dan tenang.
“Ya Allah, aku masih menunggu jodohku hingga detik ini dan berpacu dengan rangkaian doa di sujudku serta rangkaian kata di diaryku. Jika dia yang ada di sampingku ini adalah jodohku, aku mohon jadikan dia imam yang senantiasa menuntunku untu selalu menuju jalan-Mu Ya Rabb,” kataku dalam hati
Seiring dengan berjalannya waktu, esok aku akan di wisuda untuk meraih gelar M.Pd ku. Gelar yang ku harapkan akan hadir di belakang namaku dan esok akan menjadi kenyataan dalam hidupku. Aku sangat bahagia dan berharap orang tuaku juga bahagia karena putri mereka telah meraih pendidikannya dengan lancar karena doa yang tak pernah putus untukku. Di hari bahagia itu pula, seseorang membawa keluarganya untuk berjumpa dengan orang tuaku dengan alasan ingin melamarku. Aku sangat bahagia karena dia ingin menghalalkanku dan memberanikan diri untuk membawa orang tuanya dan bertemu dengan orang tuaku. Aku benar-benar terharu melihatnya dan merasa kagum dengan apa yang sudah dia lakukan di hari ini. Sungguh, ini takkan terlupakan.
            Dia yang melamarku adalah seseorang yang pernah  memintaku untuk menunggunya dan akan menjemputku di waktu yang tepat. Aku tidak percaya kalau dia akan membuktikan janjinya itu. Padahal, kejadian itu adalah 2 tahun silam.
            Kini aku dan dia telah menjadi sepasang kekasih halal. Dia yang senantiasa menuntunku menuju jalan yang diridhoi Allah. Di hari yang indah ini, aku pun mulai mengambil diary kecilku dan menulisnya dengan pena hitamku agar kejadian ini terukir indah di diary ini.
Dear diary
Hari ini aku telah menemukan dia, dia yang selalu aku ceritakan kepada Allah agar tetap menjaganya dan juga menuliskan tentang dia kepadamu diary. Kini dia telah menjadi suamiku. Suami yang senantiasa menuntunku menuju jalan-Nya. Aku bahagia, karena kini impianku jadi kenyataan. Setiap doa yang dia ucapkan selalu aku aamiinkan, shalat berjamaah dengan membentangkan sajadahku dan dia, membaca al-qur’an serta melakukan hal-hal baik bersamanya. Ya Rabb, aku mohon semoga hubungan kami ini akan tetap abadi hingga di surga-Mu nanti. Tetap jadikan dia imam untukku, bukan saja di dunia, tetapi juga di akhirat kelak!
 “Sayang, apa yang kamu tulis?,” tanyanya yang tiba-tiba telah ada di sampingku
“Dulu sebelum aku menemukanmu, aku selalu menuliskan tentangmu di diary ini. Aku selalu menunggumu dan berharap segera kamu jemput. Dan aku berjanji jika nanti aku dan kamu telah dipersatukan oleh Allah di saat yang tepat, aku akan menunjukan diary ini sama kamu, suamiku. Bacalah!,” kataku memberika diary ku kepadanya
            Dia pun membaca rangkaian kata yang aku tulis selama ini tentang bagaimana cara aku menunggunya dan harapanku tentangnya. Ketika dia membaca, aku menatapnya dalam-dalam dengan penuh rasa syukur karena Allah telah mengirimkanku sosok lelaki sebaik dia untuk menjadi imamku. Tanpa sadar, aku melihatnya meneteskan air mata ketika membaca lemaran demi lembaran diary itu. Aku pun menghapus tetesan air matanya. Dengan perasaan yang lembut, dia memelukku dengan erat seolah takut kehilanganku.
“Aku mencintaimu karena Allah, istriku. Tetaplah di sini! Temani hari-hariku untuk menuju jalan-Nya,” katanya tepat di telingaku
“Aku juga mencintaimu karena Allah, suamiku. Teruslah bimbing aku untuk meraih surga-Nya! Ajari aku untuk semakin dekat dengan-Nya!,” jawabku membalas perkataannya
            Kami pun sama-sama untuk terus berjalan menuju setiap hal yang diridhoi-Nya dan berharap kelak dialah pangeran syurgaku juga. Jodoh dunia akhiratku

Cerpen-Hijrah, Pegalaman paling Indah



Hijrah, Pengalaman Paling Indah
Karya : Rizka Fitria
Kehidupan Nazla masih terlalu kelam dengan yang namanya ilmu agama, dia bukanlah seorang putri yang terlahir dari keluarga dengan ilmu agama yang panatik, tetapi dia terlahir dari keluarga yang masih bisa dibilang fakir akan ilmu agama. Ayahnya adalah seorang Dokter, dan ibunya adalah pengusaha makanan. Kedua orang tuanya terlalu sibuk akan urusan dunia sehingga lupa akan kehidupan di akhirat yang abadi.
            Nazla memiliki banyak teman bahkan sahabat terdekat. Nazla juga sudah terkena virus merah jambu, dia menyukai seorang lelaki yang merupakan teman sekelasnya bernama Fadli. Nazla begitu dekat dengannya. Mereka memang tidak berpacaran, tetapi mereka sering jalan berdua. Setiap berkumpul dengan teman-temannya Nazla jarang sekali mengenakan hijabnya, dia lebih sering mengenakan celana jens dan baju yang ketat sampai berbentuk tubuhnya, dan terkadang juga mengenakan rok di atas lutut dan baju yang sedikit transparan. Nazla mengenakan hijabnya hanya saat pelajaran agama saja karena diwajibkan oleh guru agamanya. Orang tuanya tidak pernah menegurnya karena mereka terlalu sibuk sehingga tidak terlalu peduli akan perkembangan anaknya. Kedua orang tua Nazla memang terlalu memanjakannya, sehingga setiap keinginannya selalu dipenuhi kerena Nazla merupakan anak satu-satunya. Hal itulah yang membuat Nazla menjadi manja, keras kepala, dan pergaulannya yang bebas.
            Seiring berjalannya waktu, sebentar lagi Nazla akan berusia ke-17 tahun. Mereka pun sibuk dengan perayaan ulang tahun Nazla yang akan dirayakan besar-besaran di Hotel sesuai permintaan Nazla. Dia meminta teman-temannya untuk menyebar undangan kepada seluruh kelas agar hadir di perayaan ulang tahunnya. Namun, khusus untuk Fadli, Nazla sendirilah yang akan memberi undangannya. Nazla mengajak Fadli dengan menggandeng tangan Fadli ke taman belakang sekolah hanya untuk memberikan undangan saja.
            Telah tiba waktunya ulang tahun Nazla, pestanya begitu mewah dengan tema princess. Nazla juga terlihat begitu cantik dengan gaun yang dia kenakan, tetapi terlalu sexy. Awalnya, orang tuanya melarang dia mengenakan gaun tersebut, tetapi Nazla tetap saja mengenakannya. Demi putri kesayangan, mereka pun menyetujui akan hal itu.
“Happy Birthday La,” kata teman-temannya
 “Selamat ulang tahun La,” kata Fadli
“Terima kasih”
            Setelah acara selesai, Fadli mengajak Nazla ke taman dekat hotel. Di sana Fadli menyatakan cintanya pada Nazla. Nazla pun menerimanya tanpa berpikir terlebih dahulu.  Setelah Nazla menerima cinta Fadli, tanpa sadar ia memeluk Nazla dengan erat. Kini mereka telah berstatus pacaran.
 “La, aku ingin sekali kamu mengenakan hijab La, bukan hanya di pelajaran agama saja tapi dipelajaran lain juga dan setiap kali kamu keluar”
“Baiklah! Aku tidak bisa menolak jika kamu yang memintanya”
            Semenjak pacaran dengan Fadli penampilan Nazla berubah. Dia mengenakan hijab karena diminta oleh Fadli bukan karena Allah. Sekarang dia mengenakan hijab di setiap keluar dari rumah, tetapi masih menggunakan hijab yang transparan, masih menggunakan celana jeans, dan juga baju ketat.
            Tak terasa sebentar lagi mereka akan lulus dari SMA. Ujian UN akan dilaksanakan tiga hari lagi. Semuanya pada sibuk menyiapkan persiapan untuk ujian nasional tersebut. Hingga kini hari itu pun telah tiba. Ujian pun dilaksanakan dengan baik dan berharap akan menghasilkan hasil yang baik pula.
            Fadli mengajak Nazla ke suatu tempat saat diadakannya acara perpisahan. Di sana Fadli memutuskan Nazla dengan alasan Fadli ingin kuliah ke kota yang berbeda dari Nazla. Nazla menangis dan merasa patah saat itu. Berhari-hari dia menangis hingga matanya membengkak. Nazla seperti menyiksa dirinya hanya gara-gara di putusi Fadli.
            Tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihannya, kini Nazla bersemangat lagi untuk melanjutkan hidupnya kerena hidup bukan sekedar tentang cowok.
            Nazla diterima di sebuah Universitas Negeri melalui jalur tulis. Di sana dia menemukan orang-orang baru. Orang-orang yang rata-rata berpakaian begitu tertutup yang membuat Nazla merasa kebingungan pada penampilan mereka kerena sebelumnya di sekolahnya tak ada yang terlalu tertutup seperti itu. Mereka menggunakan hijab yang syar’i semuanya tertutup, kecuali telapak tangan dan wajah mereka. Nazla satu kost dengan anak teman ayahnya, dimana Nazla belum begitu mengenalnya. Dia bernama Dira. Dira selalu mengenakan hijabnya. Sementara Nazla berbanding terbalik dengan Dira. Nazla merasa heran dengan Dira.
“Ra, kamu mengenakan hijab panjang-panjang, pakai kaos kaki, pakai baju besar-besar, dan pakai sarung tangan itu apa tidak sumuk, kamu tidak kepanasan dan sumpah kamu seperti emak-emak pakaian seperti ini?,” tanya Nazla
“Justru seperti ini adem banget. Panasnya pakai ini tidaklah setimbang dengan panasnya api neraka kelak. Coba kamu pakai pasti adem banget. Memang kamu tidak ingin menjadi taman syurga untuk ayah dan ibumu?”
            Nazla hanya tersenyum tipis tanpa berkata sepata kata pun saat mendengarkan jawaban serta pertanyaan dari Dita tadi.
            Pada saat hari jumat tiba, setiap Fakultas mengadakan keputrian yang merupakan unit kegiatan muslimah. Pada saat itu Nazla penasaran pada acara tersebut dan dia pun masuk ke dalam. Di dalam terdapat wanita-wanita shaleha dengan hijab yang sederhana namun menutup semua aurat. Nazla sangat malu dengan pakaian yang dia kenakan saat memasuki tempat tersebut dan merasa kecewe karena dia merasa salah tempat, tetapi hatinya begitu nyaman berada di sana.
            Pada acara keputrian kali ini temanya adalah ‘Hijrah’ yang dimentori dengan kakak semester enam. Kakak tersebut memberikan penjelasan yang begitu bagus dan membuat hati Nazla begitu penasaran mengenai hijrah tersebut. Hijrah merupakan proses menuju yang lebih baik lagi semeta-matanya hanya karena Allah SWT. Nazla benar-benar malu pada masa lalunya yang begitu kelam.
            Setelah acara selesai, Nazla pun langsung pulang. Ternyata, Dira teman sekamarnya telah pulang terlebih dahulu. Nazla pun langsung memeluk Dira. Dira merasa keheran melihat sikap Nazla yang tiba-tiba memeluknya sambil menangis.
“La, kamu kenapa?,” tanya Dira kebingungan
“Aku malu banget sama keadaanku sekarang dan masa laluku dulu Ra. Pakaian yang kukenakan selama ini tidak sewajarnya, aku mengenakan hijab selama ini karena disuruh orang yang kucintai padahal sudah jelas Allah mewajibkan kita untuk menutup aurat kita, aku yang senang banget waktu dipeluk oleh orang yang bukan mahramku, aku telah mendekati zina padahal sudah jelas bahwa Allah melarangnya. Mengapa aku lebih mencintai ciptaannya dibandingkan Allah? Hinanya aku di hadapan-Nya. Aku telah menambah beban hisab ayahku karna perlakuan burukku. Bagaimana nanti beliau mempertanggung jawabkan semua ini? Padahal, ini adalah kesalahan putrinya. Aku benar-benar malu pada masa-masa itu. Entah mengapa disaat masuk di acara keputrian tadi seolah-olah ini tamparan sekaligus teguran untukku, entah mengapa pula aku begitu nyaman berada di tengah-tengah mereka, tetapi betapa hinanya aku,” jelas Nazla kepada Dira
“Lihat mereka menutup auratnya kamu merasakan kedamaian, kenyamanan, dan juga kerindangan. Apalagi jika kamu yang seperti mereka La, pasti kamu merasakan kedamaian yang sesungguhnya. Jangan menangis lagi! Kamu jemput hidayah kamu, jangan tunggu lagi! Kerena hidayah itu di jemput bukan ditunggu. Sudah ada di dalam surah Ar-ra’d ayat 11 menjelaskan bahwa ‘Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri’. Kita harus sama-sama menegakkan agama islam ini, kita hijrah sama-sama. Kita hadapi semuanya sama-sama dan semuanya kita lakukan hanya semata-mata karena Allah.” kata Dira menenangkan Nazla
“Kamu maukan bantu aku?”
“Kita sama-sama belajar untuk menjadi lebih baik lagi di hadapan Allah”
“Sebenarnya hijab syar’i itu yang bagaimana Ra?,” tanya Nazla yang ingin lebih tahu mengenai hijab syar’i
“Hijab syar’i itu tidak ribet seperti hijab-hijab yang diikat-ikat, dililit-lilit sana-sini, mode sana-sini, pakai-pakai punuk untalah, dan pakai jarum pentul berlebihan. Padahal, justru itu menarik pandangan lelaki dan bisa jadi bukannya baik tapi malah menambah dosa. Hijab syar’i itu tidak seribet itu. Mengenai hijab syar’i telah jelas terdapat pada surah Al-Ahzab ayat-59 bahwa Allah meminta agar wanita-wanita hendaklah menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka kerena agar mereka lebih mudah untuk dikendali, sehingga tidak diganggu. Hijab syar’i itu kainnya panjang, tidak tembus pandang atau transparan, tidak ketat, tidak terlalu banyak hiasan, warnanya simple, mengenakan pakaian yang longgar yang tidak menyerupai pakaian pria ataupun wanita jahiliyah, rambut diikat biasa jangan digulung-gulung atau bersanggul seperti punuk unta, tidak mengenakan wangi-wangian, memakai kaos kaki dan lengan tangan,” jelas Dira mengenai hijab syar’i kepada Nazla
“Tapi aku terlalu hina apalagi masa laluku”
“La, jangan kamu buka aib kamu karena sesungguhnya Allah telah menutupi aib kamu karena dia sayang kepadamu”
            Semenjak kejadian itu, Nazla memulai langkah hijrahnya perlahan demi perlahan. Mulai dari mengenakan jilbab dua agar tidak tembus pandang sampai kini mengenakan hijab yang panjang, longgar, dan tidak tembus pandang. Dari yang awalnya mengenakan celana jens dengan baju ketat, hingga rok dengan baju lumayan longgar dan sekarang mengenakan gamis yang longgar, mengenakan kaos kaki, dan lengan tangan.
            Ketika reunian dengan teman-teman SMA, mereka semua sangat kaget melihat penampilan Nazla yang berbanding terbalik dengan dia yang dulu. Saat berkumpul dia mendapatkan cibiran bahkan cibiran dari sahabatnya yang selalu mendukung dia dulunya.
“La, sumpah kamu seperti emak-emak. Aku tidak menyangka kamu menganakan pakaian seperti ini padahal pakaian yang saxy dan hot dulunya kamu kenakan. Bahkan kamu rela pegangan tangan, rambut kamu dihelus-helus, sampai rela dipeluki sama yang bukan mahrom kamu. Sekarang jadi sok suci seperti ini. Ini benaran Nazla?”
“Hahaha, sepertinya bukan? Ini sungguh berbanding terbalik banget dengan Nazla”
“Berhentilah mengungkit masa laluku! Hargai setiap perubahanku. Jika perlu kenakan juga hijab syar’i kalian dan janganlah kalin berpacaran lagi”
“Ra, dulu juga kamu itu pacaran tahu”
“Sudahku bilang jangan ungkit masalah laluku! Sudah jelas dalam ayatnya bahwa Allah menyuruh kita untuk menutup aurat kita dan janganlah mendekati zina. Aku peringatkan sekali lagi sama kalian, yang meminta kalian untuk menutup aurat dan melarang kalian untuk berpacaran bukan aku, bukan orang tua kalian, ataupun bukan orang lain, tetapi Allah SWT!,” tegas Nazla kepada teman-temannya kemudian pergi meninggalkan mereka
            Ketika kembali Nazla menangis dan langsung memeluk Dira. Nazla pun menceritakan semuanya kepada Dira.
“Semua yang aku sayang meninggalkanku Ra, teman-temanku bahkan sahabat dekatku pun begitu tega mencibirku dan menghina penampilanku yang sekarang. Aku masih belum menyangka kalau mereka seperti itu Ra,” kata Nazla sambil menangis di pelukan Dira
“Allah ingin menguji kamu Ra, apakah benar hamba-Nya ini benar-benar berhijrah dan imannya kokoh dengan keadaanya yang sekarang. Justru Allah itu baik, kerena Allah menjauhkan kamu dari mereka yang tak mendukung hijrahmu. Tetap istiqomah ukh,” kata Dira menyakinkan Nazla agar tetap istiqomah
            Begitu banyak rintangan yang dihadapi Nazla ketika dia memilih untuk berhijrah. Bahkan ketika melihat perubahannya, keluarganya tidak mendukung dan merasa heran dengan penampilan Nazla yang sekarang ini. Namun, dia tak bosan-bosan untuk menyakinkan keluarganya kalau ini adalah perintah Allah.
“La, dulu itu kamu tidak menutup aurat sampai seperti ini, lisan kamu juga ceplas-ceplos tapi sekarang lemah lembut dan benar-benar kamu jaga, shalat lima waktu pun enggan kamu laksanakan tapi sekarang shalat sunnah juga kamu kerjakan, kamu dulu suka foya-foya tapi sekarang lebih memilih bersedekah, al-qur’an kamu sentuh saja terakhir kali pada saat SMP tapi sekarang kamu  lebih sering membacanya, mengamalkannya, dan bahkan menghafalnya, dulu kamu itu susah banget buat bangun sahur saat ramadhan dan puasanya bolong-bolong tapi sekarang kamu puasa senin kamis. Papa inget banget setiap kamu ulang tahun itu pasti minta dirayakan besar-besaran tapi waktu 18 tahun kemarin kamu tidak ada minta dirayakan dan malah berpuasa disaat itu juga. Kamu memang Nazla?,” tanya papanya yang merasa heran dengan perkembangan anaknya yang sekarang
“Pa, Ma, jangan ungkit kembali masa laluku karena itu sudah berlalu. Aku ingin menjadi anak yang yang shaleh agar aku bisa menjadi taman syurga untuk kalian dan membawa kalian dari pintu syurga mana saja yang aku sukai. Aku mencintai kalian karena Allah. Dukung Nazla untuk bisa menjalankan hijrah ini terus sesuai dengan ketentuan-Nya kerena Nazla masih terlalu berantakkan”
“Sayang, papa dan mama bersyukur memiliki kamu nak. Papa dan mama akan dukung kamu sekarang walaupun awalnya mama tidak terlalu suka dengan penampilan kamu, tapi mama akan menutup aurat mama juga,” kata ibunya memeluk Nazla
            Terlihat diary kecil di atas rak buku Nazla, dia pun mengambilnya dan mencoret-coretnya dengan rangkaian kata-kata indah di atas kertas diary itu.
“Di saat kamu memilih untuk hijrah, kamu akan menghadapi beribu tantangan, godaan, rintangan, cobaan, hinaan dan bahkan hujatan dari orang-orang di sekelilingmu itulah ujian yang harus kita hadapi. Apalagi ketika kamu mengenakan hijab syar’i maka banyak sekali yang menghujatmu. Ketika kita mengenakan jilbab dua agar tidak tembus pandang maka mereka yang tidak menyukainya akan mengatakan “pemborasanlah, sok alim, dan sebagainya” apalagi jika kamu menutup auratmu seutuhnya mengenakan hijab syar’i maka banyak orang-orang yang akan mengolok-olokmu “Sok sucilah, kek emak-emaklah, apa gak panas?, palalah nyapu rumah pakai-pakai kaos kaki dan sarung lengan, pakaiannya gak gaul, dan segala macam lainnya akan kamu dengar” terserah orang bicara apa karena hidupmu bukan untuk dinilai mereka kerena hanya Allah yang berhak menilaimu. Satu hal yang harus kamu tahu, ketika kamu memilih untuk berhijrah kamu akan merasakan kedamaian, ketenangan, dan juga kenikmatan di dalam setiap perjalanan hijrahmu karena Allah semakin dekat kepadamu dan senantiasa bersamamu. Ketika kamu memilih untuk hijrah, hal yang kamu suka tapi Allah tidak suka maka kamu harus korbankan hal yang kamu suka itu, dan kamu juga harus siap jika harus ditinggalkan oleh orang-orang yang tidak mendukung jalan hijrahmu meskipun itu orang-orang yang kamu sayangi. Namun, percayalah! Allah akan ganti mereka dengan orang-orang yang lebih baik. Ya, ketika kamu memilih berhijrah, maka Allah akan hadirkan dan dekatkan orang-orang yang baik pula padamu yang akan melangkah bersamamu untuk melanjutkan jalan hijrahmu. Tetap istiqomah dalam perjalanan hijrahmu dan percayalah hal itulah yang paling indah dari pengalaman apapun di hidupmu! Awalnya, banyak yang tidak mendukung jalan hijrahmu termasuk keluargamu sendiri. Tapi yakinkanlah mereka kalau itu adalah wajib dengan berbagai dalil yang ada. Karena hijrah bukan perintah orang lain tapi perintah Allah SWT”
            Kini diary kecil itu telah terukir indah dengan rangkaian kata-kata yang ada di hati Nazla. Tetaplah istiqomah dalam perjalanan hijrahmu! Walaupun imanmu tak sekokoh Aisyah, walaupun hatimu tak sekaya Khadijah, walaupun kamu bukanlah wanita sesuci Maryam, dan tak secantik Fatimah. Tetapi teruslah memperbaiki diri dan jadikan mereka panutan bagimu untuk semangat hijrahmu. Ingatlah, hijrah bukan menunggu ketika kamu baik dalam segala hal, tetapi hijrah adalah proses perjalanan menuju lebih baik itu!