Sabtu, 13 Mei 2017

Terukir Kenangan Indah di Balik Cahaya Bintang

Di keheningan malam, aku dan saudara kembarku terpaku menatap indahnya langit malam yang dihiasi oleh cahaya bintang-bintang. Selalu sebelum tidur aku dan saudara kembarku yang bernama Lala menghabiskan waktu malam kami di taman rumah untuk membanggakan bintang kami masing-masing. Lala tidak pernah mau kalah untuk mendapatkan bintang yang paling terang walaupun kecil karena baginya walaupun bintang yang ia daparkan kecil ketika bersinar terang hal itulah yang mampu membuatnya merasakan kedamaian dan serasa berguna bagi banyak orang.
“Li, itu bintangku ya, cantikkan?,” tanya Lala padaku
“Cantikkan bintangku. Itu dia lebih besar daripada bintang kamu. Wek,” ejekku kepada kembaranku
“Tapi bintangkulah yang paling terang, ia bersinar terang hingga cahayanya mampu membuat bintang-bentang lain iri. Bintangku itu tak segan-segan untuk mengeluarkan cahayanya demi menerangi dunia ini, ia selalu menjadi bermanfaat untuk banyak orang. Hal itulah yang membuatku bahagia Li,” katanya kepadaku
“Iya deh iya, aku kalah. Bintangku bersat, tetapi dia tak bersinar terang seterang bintangmu,” kataku mengakui kekalahan
“Aku sayang banget sama kembaranku yang cantik ini karena selalu mengalah demi aku setiap kali kita menatap bintang dan saling membanggakan bintang kita masing-masing. Tetap di sini ya! Jangan tinggalin aku seperti apapun keadaannya! Aku sayang kamu,” kata Lala sambil memelukku dengan erat seakan takut kehilanganku
“Aku juga sayang sama kamu,” jawabku membalas pelukannya
            Hari pun semakin larut, aku dan Lala masuk ke rumah. Keesokan harinya, di saat aku terbangun, wajah yang pertama kaliku lihat adalah wajah saudara kembarku yang begitu masih polos walaupun kini kami berdua sudahlah kelas tiga SMA. Wajah yang aku lihat ini tidak seperti biasanya, wajah yang begitu pucat menurutku, dan ia masih nyaman tertidur yang biasanya selalu bangun lebih awal dari aku. Aku pun memegang keningnya, betapa panasnya. Aku benar-benar khawatir kepadanya.
“Mama, papa,” teriakku memanggil orang tuaku dengan rasa cemas
“Ada apa Li?,” tanya mama yang bergegas menyahut teriakan ku
“Lala, kenapa nak?,” tanya mama sambil membuka pintu kamar kami
“Lili, tidak tahu ma. Badannya panas dan wajahnya pucat,” kataku sambil menangis
“La, Lala, bangun sayang!”
“Iya ma,” jawabnya tiba-tiba seperti nada orang sakit
“Pa, bawa Lala ke rumah sakit. Hari ini dia tidak perlu ke sekolah!,” kataku
“Aku tidak kenapa-kenapa Lili. Tolong jangan khawatir! Ini juga akan sembuh tanpa harus ke rumah sakit,” katanya
“Sayang, kita ke rumah sakit ya? Ayo nak!”
“Tidak ma, hari ini aku mau ke sekolah. Ini sudah mendekati akhir SMA ku”
“Ya sudah ma, kalau Lala mau ke sekolah. Aku janji akan jaga dia! Kalau ada apa-apa aku langsung telpon mama atau papa,” kataku
“Tapi Li”
“Sudahlah ma, papa percaya sama mereka,” kata papa meyakinkan mama
“Ya sudahlah. La, kalau ada apa-apa langsung telpon mama ya”
“Baik mamaku sayang”
            Dengan kepercayaan papa dan mama, Lala dan aku segera bergegas beranjak dari tempat tidur dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Setelah selesai, tek seperti biasanya papa dan mama mengantar kami ke sekolah, mungkin karena takut terjadi apa-apa pada Lala.
            Pembelajaran dimulai, ku lihat kembaranku wajahnya semakin pucat dan terlihat begitu lemas tak berdaya. Perlahan demi perlahan, kepalanya terjatuh di atas meja. Aku yang begitu khawatir langsung berteriak, teriakanku mampu membuat teman-teman dan juga guru yang mengajar di depan memalingkan wajahnya ke arah aku dan kembaranku ini.
“Lala, bangun!,” teriakku meminta Lala untuk bangun
“Ada apa Li?,” tanya guru     
“Bu, si Lala tiba-tiba pingsan. Tolong bu!”
“Tenang-tenang La, jangan khawatir! Lebih baik kamu telpon orang tua kamu sekarang nak!,” perintah ibu guru yang membuatku melupakan untuk mengabari mama dan papa
            Aku segera menelpon mama, dengan keadaan aku yang masih khawatir karena keadaan Lala yang tak sadarkan diri di jam pelajaran seperti ini. Lima belas menit kemudian, mama telah datang. Aku dan yang lainnya sedang menjaga Lala di UKS. Karena paniknya mama langsung membawa Lala ke rumah sakit. Aku pun ikut dengan mama untuk memastikan keadaan Lala baik-baik saja tanpa ada penyakit di tubuhnya.
“Tuhan, aku mohon tetap lindungi Lalaku. Aku tidak ingin kehilangannya!,” kataku dalam hati ini
            Sesampai di rumah sakit, Lala langsung diperiksa oleh dokter. Setelah semalam di rumah sakit, akhirnya test pemeriksaan pun keluar. Papa dan Mama di panggil untuk menghadap dokter. Aku ingin ikut, tetapi mama menghalangiku, dengan alasan aku harus menjaga Lala. Namun, aku begitu penasaran. Hingga aku bertekad diam-diam menuju ruang dokter yang sudah ada mama dan papa di dalamnya.
“Maafkan, Lili ya pa, ma! Aku begini karena aku sayang sama kalian semua,” kataku dalam hati
            Dokter pun mulai membuka map yang telah berisi hasil test kembaranku Lala, test yang bisa saja membuat ku bahagia jika tidak ada penyakit ditubuhnya, dan membuatku down jika kutahu ada penyakit yang ia derita.
“Pak, bu, sebenarnya berat sekali untuk memberitahukan tentang hasil test anak bapak dan ibu, tetapi ini harus di sampaikan. Seberat apapun dan serumit apapun hal ini, saya harap kalian tetap tegar, kalau anak kalian mengidap penyakit Leukimia yang hampir memasuki stadium akhir,” jelas dokter yang sebenarnya tak ingin membuat kesedihan
“Lala, tidak mungkin dok. Aku tahu kalau dokter pasti salah periksa, itu bukan hasil test adik saya,” kataku yang membuat mama dan papa terkejut melihatku telah ada di sana
 “Li,” kata mama yang langsung memeluk erat tubuhku
“Lala tidak mungkin terserang penyakit itu ma, pa. Dokter ini salah!,” kata ku menangis tersedu-sedu
            Papa dan mama menguatkanku agar Lala juga kuat menghadapi penyakitnya. Aku, papa, dan mama tidak boleh menunjukkan kesedihan kami di hadapan Lala karena hal itu juga mampu membuatnya bersedih. Aku harus kuat dan membuat Lala bahagia. Aku janji akan menemaninya hingga dia sembuh.
            Hari demi hari, penyakit yang diderita Lala semakin parah. Hingga hari itu membuatku meneteskan air mataku di hadapannya.
“Li, kenapa kamu sedih? Lalamu ini akan sembuh dan kita akan lihat bintang sama-sama lagi. Tetap semangat dong demi aku!,” katanya menguatkanku
“Iya adikku, kembaranku, dan juga sahabatku,” kataku menggenggam tangannya
Ia memang tak pernah tahu penyakit apa yang menyerangnya hingga membuatnya tak diizinkan pulang ke rumah dan bersekolah seperti aku. Namun, dia tetap bersemangat yang justru membuatku kalah semangatnya dari dia.
Di sekolah aku ditunjuk untuk pergi ke Singapure mengikuti cerdas cermat, jika aku menang maka aku akan dibiayai untuk melanjutkan pendidikanku ke Singapure. Aku menyesetujuinya tanpa memikirkan keadaan kembaranku yang masih terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit. Kabar bahagia ini ku beritahukan pada mama dan papa, kalau tiga hari lagi test ini akan dimulai sehingga esok aku harus pergi ke Singapure bersama wali kelasku. Papa dan mama sangat senang. Namun, di saat aku memberi tahukan hal ini kepada Lala, ia tak mengizinkan aku pergi.
“Aku mohon Li, jangan pergi tinggalkan aku!,” katanya sambil memegang tanganku
“La, aku pergi hanya 3 hari kok, begitu selesai lombanya aku janji langsung pulang untuk menemui kamu!,” kataku
“Tapi, untuk saat ini saja jangan tinggalin aku!,” katanya mengulangi perkataan sebelumnya
“Lalaku, ini kesampatan emas yang harus aku ambil dan tak boleh aku sia-siakan karena ini sekali seumur hidup, semantara kalau kebersamaan kita, di hari setelah aku pulang pun kita akan masih bertemu lagi”
“Ya sudah pergilah, kejar impianmu!”
“Terima kasih ya. Aku janji akan segera pulang dan menemui kamu”
            Keesokan harinya aku pun pergi, walaupun aku tahu Lala sangat enggan melepasku untuk pergi. Namun, ini demi impianku untuk membuatnya bahagia juga.  
            Aku telah sampai di Singapure tepat di Universitas kebanggaanku. Aku terlalaikan untuk menghubungi keluargaku kalau aku sudah sampai karena indahnya dan bahagianya hatiku berada di sini. Hingga keesokan harinya, mama menelponku dan menanyakkan kabarku serta memberikan semangat kepadaku untuk lomba besok. Setelah itu, aku meminta mama untuk memberikan ponselnya kepada Lala. Aku berbicara pada Lala.
“Hallo, Lala kesayangannya Lili”
“Hallo juga sayang. Semangat ya buat besok, semoga apa yang kamu impikan jadi kenyataan. Jangan lupa berdoa sertakan Allah untuk jalan hidupmu! Oh ya, coba kamu lihat keluar dan lihat bintang yang paling terang, karena di sana ada adikmu ini yang sedang tersenyum denganmu. Di saat kakakku ini, rindu sama aku. Lihat saja bintang yang paling terang dimanapun nanti kamu berada”
“Iya iya, tenang saja deh. Ini untuk terakhir kalinya aku dan kamu melihat bintang tidak lagi bersama. Besok setelah lomba, aku janji langsung pulang ke Indonesia, negara tercinta yang di dalamnya ada orang kuat dan hebat seperti kamu”
“Asallah. Ya sudah kamu tidur sana! Besok kesiangan lagi. Assalamualaikum”
“Baik bos. Waalaikum salam. Cepat sembuh ya!”
            Keesokan harinya pun, lomba dimulai. Aku tahu jantungku berdegup kencang, tetapi aku tak boleh mengecewakan mereka yang telah mengizinkanku dan memercayaiku untuk ikut serta dalam lomba ini. Pertanyaan demi pertanyaan pun, aku jawab dengan santai dan percaya diri yang ternyata jawabanku rata-rata benar. Pengumuman pun akan diberitahukan, aku sangat terkejut, namaku dipanggil sebagai pemenang juara ke-II dan diminta untuk maju ke atas panggung.
            Begitu selesai acara, aku langsung meminta pulang kepada wali kelasku. Ponsel pun aku matikan agar mama tidak menghubungi aku. Karena aku tahu pasti mama ingin tahu hasilnya, biarlah ini menjadi kejutan di saat nanti aku sampai ke Indonesia.
            Keesokan harinya aku telah sampai di Indonesia, sebelum ke rumah sakit aku diantar terlebih dahulu ke rumah. Sesampai di rumah, aku sangat kaget melihat telah adanya bendera kuning tepat di depan rumahku. Ku jatuhkan semua yang ada di tanganku dan berlari memasuki rumah yang telah ramai orang.
“Lala, bangun! Jangan tinggalkan aku! Aku sudah menepati janjiku untuk segera pulang. Aku menang La, lihat kakakmu ini dia sudah mendapatkan universitas impiannya. Aku mohon bangun aku ingin menikmati kebagaian ini sama kamu. Bangun adikku!” teriakku menangis
“Nak, sudah ya! Jangan seperti ini!,” kata mama
“Mengapa mama tidak langsung kabari aku?,” kataku memarahi mama
“Mama dan papa sudah berusaha menelpon kamu, tetapi ponsel kamu tidak aktif”
            Aku benar-benar menyesal karena telah mematikan ponselku, tetapi dengan alasan yang baik aku ingin membuat mereka bahagia. Namun, malah aku yang bersedih. Aku benar-benar menyesal. Mama pun memelukku dan memberikan surat dengan selembar kertas kepadaku.
“Ini dari Lala,” kata mama memberi surat dari Lala kepadaku
            Aku pun membaca surat itu di hatiku dengan disaksikan Lala yang sudah tak bernafas lagi dan telah pergi meninggalkanku dan yang lainnya untuk selamanya.
“Assalamualaikum kembaranku, maafkan aku yang pergi tanpa seizinmu. Ini yang aku takutkan sebelumnya kalau aku akan pergi untuk selamanya di saat tidak adanya kamu di sampingku, menemaniku, dan menjagaku hingga detik terakhir aku bernafas di dunia ini. Tetapi waktu itu kamu memaksaku untuk memberikan izin kepadamu demi meraih impianmu. Aku juga yakin waktu itu masih ada pertemuan diantara kita setelah kamu pulang dari Singapure, iya kita masih bertemu, tetapi dengan aku yang sudah tak bisa memegang tanganmu, tertawa bersamamu, dan melihat bintang bersamamu lagi. Dan kamu salah besar jika waktu itu di telpon kamu berkata kalau itu adalah hal terakhir kalinya aku dan kamu melihat bintang dalam keadaan tidak bersama, justru itu terakhir kalinya kamu mendengar suara aku yang di saksiakan oleh jutaan bintang di langit, terakhir kalinya kita melihat bintang masih di bawah langit yang sama meskipun dengan negara yang berbeda. Kalau kamu mulai merindukanku lihatlah keluar, selalu ada bintang yang bersinar terang untuk kamu. Ingat itu punyaku, adikmu! Ia akan tersenyum melihatmu jika kamu juga tersenyum untuknya, dan jangan bersedih karena ia juga akan bersedih! Dan  tangannya takkan sanggup meraih pipimu untuk menghapus air mata yang jatuh. Aku menyayangimu karena Allah. Ikhlaskan aku untuk pergi! Tetap selalu banggai papa dan mama karena harapan mereka ada pada kamu kembaranku. Putri mereka tinggal satu, jangan kecewakan mereka! Kuatkan mereka dan yakinkan mereka kalau aku akan bahagia jika melihat mereka bahagia di dunia! Dari kembaran, adik sekaligus sahabat suka dukamu,” isi surat itu
            Aku pun meneteskan air mataku di hadapannya, meskiku tahu ia takkan suka jika melihatku menangis. Aku memeluknya dengan erat dan dengan harapan kalau dia akan membalas pelukan ini dan menghapus air mata duka ini. Aku tidak boleh berlarut dalam kesedihan karena hidup akan terus berjalan dengan semestinya meskipun tanpa Lala di sini aku harus tetap kuat.

Jumat, 12 Mei 2017

Harapan untuk Masa Depan



Setiap pagi aku selalu bangun pukul 05.00 WIB untuk memulai setiap aktivitasku. Sekarang aku telah memasuki kelas baru dimana aku telah duduk di kelas XII. Jadwalku semakin padat tak menentu. Pergi dari rumah pukul 07.00 WIB dan kembali ke rumah pukul 18.00 WIB demi sebuah masa depan yang indah di hari tua nanti. Namun, sepadat apapun jadwalku aku tetap menyalurkan bakatku untuk menulis harapanku di diary ku dan jika sempat aku menulis di buku khusus untuk karya-karyaku dan menyalurkan bakatku itu ke dalam blog yang sudah lima tahun aku miliki.
            Minggu yang indah untukku mempersibukkan diri untuk mengambil pena dan merangkai kata-kata indah hingga membentuk cerita pendek yang kemudian aku salurkan ke dalam blogku.
            Pada saat itu pula aku meneteskan air mataku karena sedikit sekali yang mengunjungi blogku, aku hampir saja membanting laptopku dan berteriak. Syukurnya aku masih bisa meredamkan emosiku. Aku hanya mengeluh di dalam hatiku saja.
“Aku sudah menyempatkan diriku untuk menulis dan menyalurkan bakatku agar bisa di baca banyak orang dan aku bisa menjadi penulis terkanal. Namun, mengapa Tuhan tak mengirimkan aku banyak orang untuk bisa melihat tulisan-tulisanku ini. Apa tulisanku tidak bernilai baik dan tidak bermanfaat bagi banyak orang? Ataukah mutuku sangatlag rendah. Tuhan, aku berhenti di sini. Aku berhenti di dunia tulisan ini, jika tak seorang pun mampu menghargai tulisanku ini,” keluhku di hati ini yang hampir membuat dadaku sesak
            Akhirnya, aku memutuskan untuk fokus pada sekolahku agar aku bisa mendapatkan nilai yang baik dan masuk ke PTN yang selalu aku damba-dambakan dari dulu.
            Dengan giatnya aku selalu belajar dan mampu membuatku melupakan kehidupanku yang penuh dengan rangkaian kata dan tulisan selama ini. Cukup sudah selama enam tahun saja aku berkarya di dunia tulisan.
            Seiring berjalannya waktu, kini aku telah lulus SMA dan masih menunggu kepastian akankah aku berkuliah di kampus idamanku selama ini. Aku banyak-banyak berusaha dan takkan kulupakan untuk senantiasa berdoa agar Tuhan menyertai setiap langkahku.
            Aku mengikuti jalur tulis, satu hari sebelum test itu dimulai aku memutuskan untuk tidak belajar lagi, tetapi masih tetap selalu berdoa.
            Hingga kini telah tiba hari dimana aku akan mengikuti test ini, test yang membuatku keringat dingin dan jantungku berdebar dengan sangat kencang ketika melihat pengawas dan lawanku di medan pertempuran ini. Namun, aku mencoba menenangkan diriku kalau aku mampu menaklukan soal-soal ini dengan jawaban yang benar.
            Soal demi soal pun ku jawab. Sebenarnya aku tidak terlalu yakin pada semua jawabanku, tetapi aku percaya suatu saat aku akan menuntut ilmu di Universitas impianku.
            Hingga kini tibalah saatnya pengumuman, semua angkatan kami yang mengikuti test ini diminta untuk ke sekolah agar melihat hasil pengumumannya bersama-sama dengan pihak sekolah.
            Awalnya aku sangat takut dan menjadi seseorang yang tak percaya diri. Aku benar-benar takut dan malu jika nanti aku tidak lulus sehingga membuatku menangis karena kesedihan di hadapan banyak orang. Namun, ibu menghampiriku dan memelukku erat. Dekapannyalah yang membuatku percaya diri lagi kalau suatu saat aku bisa membahagiakannya.
“Ika, pergilah nak!,” perintah ibu kepadaku yang meminta aku untuk bersiap-siap ke sekolah
“Tapi bu, aku sangatlah takut”
“Nak, jika ini memang yang terbaik untuk kamu pasti Tuhan akan beri, tetapi jika tidak percayalah Tuhan akan beri lebih dari ini,” kata ibu meyakinkanku
“Baiklah bu, aku akan pergi ke sekolah”
            Langkah ini membuatku mampu kembali menginjakan kakiku di SMA ku ini. Semua orang terlihat begitu tegang untuk melihat hasil pengumuman ini. Semuanya senantiasa berdoa agar hasilnya baik.
            Kini satu persatu pun namanya di buka oleh operator sekolah. Jantung ini pun semakin berdebar tak menentu, untuk menenangkan diripun sudah tak ampuh lagi.
            Nama demi nama pun dibuka, ada yang menangis karena kesedihan dan ada yang menangis karena kebahagian. Ada yang menjerit karena lulus dan ada yang merintih karena tidak lulus. Ada yang tersenyum menguatkan diri yakin jika ada yang lebih baik dari ini dan ada yang tersenyum bahagia karena dapat diterima di sebuah PTN pilihannya. Ada yang yang mendapatkan selamat dari semuanya dan ada yang mendapatkan semangat agar tidak putus asa. 
            Telah tiba namaku dan nomor ujianku di cantumkan. Aku yang hanya bisa memejamkan mataku saat nama dan nomorku telah terlihat.
“Ika, kamu lulus. Selamat ya,” kata operator sekolah
“Alhamdulillah,” kataku sambil bersujud syukur
                 Setelah selesai segalanya di sekolah, aku pun langsung pulang untuk memberikan kabar gembira ini kepada ayah dan ibuku yang juga sedang menanti aku pulang dengan harapan aku bisa membawa kabar yang bahagia.
            Di saat aku telah sampai di rumah, ibu langsung memelukku dan berbisik tepat di telingaku. Satu kalimat yang membuatku bertekad kalau kedua orang tuaku harus bahagia.
“Kami bangga sama kamu nak,” kata ibuku sambil meneteskan air matanya di pundakku
“Ibu, jangan menangis! Karena aku membawa kabar bahagia bukanlah duka,” kataku sambil menghapus air mata ibu
“Belajar yang rajin ya nak. Jangan putus asa apalagi berpikir untuk mnyerah saat nanti kamu benar-benar telah merasakan persaingan yang hebat!,” kata ayah
            Hari demi hari aku pun sibuk mengurus segala perlengkapan perkulihanku. Hingga tiba saatnya hari ini aku menginjakan kakiku di Universitas impianku selama ini untuk memulai menuntut ilmu di sini.
            Di Universitas ini, aku benar-benar merasakan persaingan yang hebat dengan orang-orang yang hebat pula. Jika dibandingkan dengan persaingan semasa aku sekolah dulu tidaklah ada apa-apanya.
            Meski aku tahu mereka orang-orang yang akan berjuang sekaligus bersaing denganku sangatlah cerdas-cerdas, tetapi hal itu tidak boleh mematahkan semangatku. Karena aku telah diberikan kesempatan untuk bisa belajar di sini dan takkan ku sia-siakan hal ini.   
Malam hari yang begitu indah dengan hiasan-hiasan bintang di langit sana, aku duduk di teras rumah ditemani dengan secangkir susu hangat buatan ibu. Aku menatap bintang-bintang yang mampu membuat hatiku senyaman ini.  
“Betapa indah ciptaan Tuhan,” kataku terkagum-kagum
            Pikiranku tentang bintang-bintang itu pun dibuyarkan oleh dering-dering di hpku. Aku pun meraihnya dan membukanya. Aku sangat terkejut meliat beberapa broadcast yang sama dari teman- pengunjungnya. Namun, seketika membaca broadcast dari mereka yang berisi tentang memuji-muji karya-karyaku yang sudah begitu terlalu lama, aku sangat terharu dan ingin kembali ke dalam dunia tulis yang memang sudah aku gemari dari aku SMP.
            Aku juga mendapat banyak bbm dari teman-temanku, adik-adik, dan kakak-kakak kelas agar melanjutkan tulisanku. Aku juga berharap begitu, tetapi apalah dayaku karena dengan alasan pengunjungnya sunyi dan lantas aku memilih untuk berhenti di dunia tulis dan fokus pada perkuliahanku untuk meraih cita-citaku menjadi seorang dosan di kemudian hari. Walaupun aku masih berharap untuk bisa menjadi seorang dosen matematika sekaligus juga menjadi seorang penulis terkenal.
            Isi setiap bbm yang mereka kirim ke aku membuatku merasa kalau suatu saat nanti aku akan menjadi seorang penulis terkenal. Seolah-olah semangatku hadir lagi untuk  kembali pada dunia tulis.
            Awalnya, aku sangat ragu untuk kembali kepada dunia tulis karena jadwal perkulihanku begitu padat dan aku takut kalau ini akan menghambat perkuliahanku. Namun, sebuah bbm membuat hatiku tersentak dan dia begitu percaya kalau aku mampu.
“Ka, begitu banyak yang kirim broadcast yang sama mengenai blogmu itu. Aku mohon lanjutkan tulisan-tulisanmu sayang. Mulailah ambil pena lagi dan rangkailah kata demi kata yang akan menjadi cerita yang sangat mengharukan. Lihat para temanmu mendukungmu semua. Mereka yakin kalau kamu bisa ka,” isi bbm tersebut yang dikirimnya kepadaku
“Aku takut kalau aku tidak mampu membagi waktuku antara dunia tulis dan perkulihanku,” balasku kepadanya
“Jangan kamu anggap kalau dengan berkarya dat menghambat perkulihanmu!,” balasnya
“Aku tidak percaya pada diriku kalau aku bisa,” balasku
“Lihat kami! Kami yang menunggu karya-karya terbaikmu muncul kembali di blog kamu. Kami percaya kalau kamu bisa dan seharusnya kamu lebih percaya kalau dirimu juga bisa. Jangan kecewakan kami Ka!,” balasnya
            Sungguh kata-katanya membuatku menggetar dan mulailah mendetakan jantung ini. Mereka begitu percaya kepadaku dan aku tidak ingin mengecewakan mereka. Tetapi aku masih berpikir seribu kali dalam mengambil keputusan untuk kembali kepada dunia tulis.
            Aku melangkah menuju kamar mandi untuk berwudhu dan melaksanakan shalat dua raka’at agar keputusanku ini tidak berdampak buruk padaku dan juga yang lainnya.
            Ku bentangkan sajadah hijauku, sajadah pemberian ayah dengan harapan aku bisa menjadi anak yang sholeh dan mampu membawa mereka ke syurga melalui pintu mana saja.
            Aku memulai shalatku. Di sujud terakhir, aku utarakan kebimbanganku mengenai hal yang aku rasakan agar keputusanku nanti tidaklah menjerumuskanku dan juga orang-orang di dalamnya.
            Ku temukan kedamaian di dalamnya yang mampu membuat hilangnya rasa kebimbangan ini. Aku pun memutuskan untuk memilih melanjutkan tulisan-tulisanku lagi dan tetap fokus pada perkuliahanku. Karena mereka percaya aku bisa dan seharusnya aku juga percaya kalau aku mampu. Sebisa mungkin aku akan membagi waktuku agar aku mampu menyeimbangkan segalanya dan takkan ku biarkan salah satunya terabaikan.   
            Sang mentari telah menyambut bangun pagiku hari ini, aku siap menjalani hidupku dengan harapan kalau suatu saat nanti aku bisa menjadi orang yang sukses dan bermanfaat bagi banyak orang. Sebelum aku pergi ke kampus tak lupa, ku buka diary yang telah lama tak ku coret-coret dengan harapku sebelum aku berangkat ke sekolah dulu. Diary yang telah ku biarkan berdebu disaat dulu aku memutuskan untuk berhenti menulis apapun yang berhubungan dengan bakatku ini.  
“Huk huk huk,” aku pun batuk dibuat oleh debu yang telah menutupi diary pinkku itu
            Perlahan demi perlahan ku bersihkan debunya hingga kini kembali menjadi diary yang sangat ku sayangi. Dahulu diary inilah yang menjadi teman curhatku semasa aku duduk di bangku SMP. Bersamanya aku damai dan tenang walauku tahu diary makhluk mati, dia tidak akan memberikan solusi padaku sedikitpun karena dia bisu. Namun, entah mengapa aku nyaman jika telah menuliskan apa yang ada di hati ini kepadanya.
            Aku mulai mengambil penaku dan membuka perlahan lembaran demi lembaran yang sudah banyak terisi, tetapi harus berhenti di tengah lembaran yang masih kosong hingga lembar terakhir kertas diaty tersebut.
“Terima kasih Tuhan atas segala apapun yang membuatku mampu bertahan hari ini. Yang membuatku mampu merasakan kedamaian di dalam duniaku ini. Tuhan aku mohon bantu aku untuk bisa membagi waktuku antara perkuliahanku dengan dunia tulisku. Tuhan dari aku kecil aku ingin menjadi seorang dosen matematika agar aku bisa menuangkan ilmuku pada mereka yang membutuhkanku dan semenjak aku SMP aku berkhayal untuk bisa menjadi seorang penulis terkenal hingga aku sibuk menuangkan tulisanku di diary dan memilih untuk menyebarkan karyaku melalui blog yang ku buat dengan harapan suatu saat aku bisa menyalurkan bakatku di sana dan menjadi penulis yang berguna bagi para fansku kelak. Hingga kini aku memutuskan suatu saat nanti aku akan menjadi sosok seorang dosen yang mampu berkarya di dunia tulisan. Tuhan aku tahu rencanaMu lebih indah dari yang aku bayangkan saat ini. Apapun yang terjadi untuk masa depanku nanti aku percaya aku akan bahagia,” tulisanku pun berhenti karena aku harus ke kampus menuntut ilmu
            Aku berharap setiap usaha dan doaku akan datang di kehidupanku ini. Aku juga percaya pada Tuhan kalau Dia akan memberi yang lebih indah lagi dari apa yang aku impikan di masa depanku untuk bisa menjadi dosen matematika yang juga berkarya di bidang karya tulis. Yang kelak akan mendapatkan banyak penghargaan dari para orang-orang yang ada di sekitarku nanti. Dan para fans yang selalu mendukungku hingga nafasku berhenti dengan sendirinya.