Setiap
pagi aku selalu bangun pukul 05.00 WIB untuk memulai setiap aktivitasku.
Sekarang aku telah memasuki kelas baru dimana aku telah duduk di kelas XII.
Jadwalku semakin padat tak menentu. Pergi dari rumah pukul 07.00 WIB dan
kembali ke rumah pukul 18.00 WIB demi sebuah masa depan yang indah di hari tua
nanti. Namun, sepadat apapun jadwalku aku tetap menyalurkan bakatku untuk
menulis harapanku di diary ku dan jika sempat aku menulis di buku khusus untuk
karya-karyaku dan menyalurkan bakatku itu ke dalam blog yang sudah lima tahun
aku miliki.
Minggu yang indah untukku
mempersibukkan diri untuk mengambil pena dan merangkai kata-kata indah hingga
membentuk cerita pendek yang kemudian aku salurkan ke dalam blogku.
Pada saat itu pula aku meneteskan
air mataku karena sedikit sekali yang mengunjungi blogku, aku hampir saja
membanting laptopku dan berteriak. Syukurnya aku masih bisa meredamkan emosiku.
Aku hanya mengeluh di dalam hatiku saja.
“Aku
sudah menyempatkan diriku untuk menulis dan menyalurkan bakatku agar bisa di
baca banyak orang dan aku bisa menjadi penulis terkanal. Namun, mengapa Tuhan
tak mengirimkan aku banyak orang untuk bisa melihat tulisan-tulisanku ini. Apa
tulisanku tidak bernilai baik dan tidak bermanfaat bagi banyak orang? Ataukah
mutuku sangatlag rendah. Tuhan, aku berhenti di sini. Aku berhenti di dunia
tulisan ini, jika tak seorang pun mampu menghargai tulisanku ini,” keluhku di
hati ini yang hampir membuat dadaku sesak
Akhirnya, aku memutuskan untuk fokus
pada sekolahku agar aku bisa mendapatkan nilai yang baik dan masuk ke PTN yang
selalu aku damba-dambakan dari dulu.
Dengan giatnya aku selalu belajar
dan mampu membuatku melupakan kehidupanku yang penuh dengan rangkaian kata dan
tulisan selama ini. Cukup sudah selama enam tahun saja aku berkarya di dunia
tulisan.
Seiring berjalannya waktu, kini aku
telah lulus SMA dan masih menunggu kepastian akankah aku berkuliah di kampus
idamanku selama ini. Aku banyak-banyak berusaha dan takkan kulupakan untuk senantiasa
berdoa agar Tuhan menyertai setiap langkahku.
Aku mengikuti jalur tulis, satu hari
sebelum test itu dimulai aku memutuskan untuk tidak belajar lagi, tetapi masih
tetap selalu berdoa.
Hingga kini telah tiba hari dimana
aku akan mengikuti test ini, test yang membuatku keringat dingin dan jantungku
berdebar dengan sangat kencang ketika melihat pengawas dan lawanku di medan
pertempuran ini. Namun, aku mencoba menenangkan diriku kalau aku mampu
menaklukan soal-soal ini dengan jawaban yang benar.
Soal demi soal pun ku jawab.
Sebenarnya aku tidak terlalu yakin pada semua jawabanku, tetapi aku percaya
suatu saat aku akan menuntut ilmu di Universitas impianku.
Hingga kini tibalah saatnya
pengumuman, semua angkatan kami yang mengikuti test ini diminta untuk ke
sekolah agar melihat hasil pengumumannya bersama-sama dengan pihak sekolah.
Awalnya aku sangat takut dan menjadi
seseorang yang tak percaya diri. Aku benar-benar takut dan malu jika nanti aku
tidak lulus sehingga membuatku menangis karena kesedihan di hadapan banyak
orang. Namun, ibu menghampiriku dan memelukku erat. Dekapannyalah yang
membuatku percaya diri lagi kalau suatu saat aku bisa membahagiakannya.
“Ika,
pergilah nak!,” perintah ibu kepadaku yang meminta aku untuk bersiap-siap ke
sekolah
“Tapi
bu, aku sangatlah takut”
“Nak,
jika ini memang yang terbaik untuk kamu pasti Tuhan akan beri, tetapi jika
tidak percayalah Tuhan akan beri lebih dari ini,” kata ibu meyakinkanku
“Baiklah
bu, aku akan pergi ke sekolah”
Langkah ini membuatku mampu kembali
menginjakan kakiku di SMA ku ini. Semua orang terlihat begitu tegang untuk
melihat hasil pengumuman ini. Semuanya senantiasa berdoa agar hasilnya baik.
Kini satu persatu pun namanya di
buka oleh operator sekolah. Jantung ini pun semakin berdebar tak menentu, untuk
menenangkan diripun sudah tak ampuh lagi.
Nama demi nama pun dibuka, ada yang
menangis karena kesedihan dan ada yang menangis karena kebahagian. Ada yang
menjerit karena lulus dan ada yang merintih karena tidak lulus. Ada yang
tersenyum menguatkan diri yakin jika ada yang lebih baik dari ini dan ada yang
tersenyum bahagia karena dapat diterima di sebuah PTN pilihannya. Ada yang yang
mendapatkan selamat dari semuanya dan ada yang mendapatkan semangat agar tidak
putus asa.
Telah tiba namaku dan nomor ujianku
di cantumkan. Aku yang hanya bisa memejamkan mataku saat nama dan nomorku telah
terlihat.
“Ika,
kamu lulus. Selamat ya,” kata operator sekolah
“Alhamdulillah,”
kataku sambil bersujud syukur
Setelah selesai segalanya di sekolah, aku pun
langsung pulang untuk memberikan kabar gembira ini kepada ayah dan ibuku yang
juga sedang menanti aku pulang dengan harapan aku bisa membawa kabar yang
bahagia.
Di saat aku telah sampai di rumah,
ibu langsung memelukku dan berbisik tepat di telingaku. Satu kalimat yang
membuatku bertekad kalau kedua orang tuaku harus bahagia.
“Kami
bangga sama kamu nak,” kata ibuku sambil meneteskan air matanya di pundakku
“Ibu,
jangan menangis! Karena aku membawa kabar bahagia bukanlah duka,” kataku sambil
menghapus air mata ibu
“Belajar
yang rajin ya nak. Jangan putus asa apalagi berpikir untuk mnyerah saat nanti
kamu benar-benar telah merasakan persaingan yang hebat!,” kata ayah
Hari demi hari aku pun sibuk
mengurus segala perlengkapan perkulihanku. Hingga tiba saatnya hari ini aku
menginjakan kakiku di Universitas impianku selama ini untuk memulai menuntut
ilmu di sini.
Di Universitas ini, aku benar-benar
merasakan persaingan yang hebat dengan orang-orang yang hebat pula. Jika
dibandingkan dengan persaingan semasa aku sekolah dulu tidaklah ada apa-apanya.
Meski aku tahu mereka orang-orang
yang akan berjuang sekaligus bersaing denganku sangatlah cerdas-cerdas, tetapi hal
itu tidak boleh mematahkan semangatku. Karena aku telah diberikan kesempatan
untuk bisa belajar di sini dan takkan ku sia-siakan hal ini.
Malam
hari yang begitu indah dengan hiasan-hiasan bintang di langit sana, aku duduk
di teras rumah ditemani dengan secangkir susu hangat buatan ibu. Aku menatap
bintang-bintang yang mampu membuat hatiku senyaman ini.
“Betapa
indah ciptaan Tuhan,” kataku terkagum-kagum
Pikiranku tentang bintang-bintang
itu pun dibuyarkan oleh dering-dering di hpku. Aku pun meraihnya dan
membukanya. Aku sangat terkejut meliat beberapa broadcast yang sama dari teman-
pengunjungnya. Namun, seketika membaca broadcast dari mereka yang berisi
tentang memuji-muji karya-karyaku yang sudah begitu terlalu lama, aku sangat
terharu dan ingin kembali ke dalam dunia tulis yang memang sudah aku gemari
dari aku SMP.
Aku juga mendapat banyak bbm dari
teman-temanku, adik-adik, dan kakak-kakak kelas agar melanjutkan tulisanku. Aku
juga berharap begitu, tetapi apalah dayaku karena dengan alasan pengunjungnya
sunyi dan lantas aku memilih untuk berhenti di dunia tulis dan fokus pada perkuliahanku
untuk meraih cita-citaku menjadi seorang dosan di kemudian hari. Walaupun aku
masih berharap untuk bisa menjadi seorang dosen matematika sekaligus juga
menjadi seorang penulis terkenal.
Isi setiap bbm yang mereka kirim ke
aku membuatku merasa kalau suatu saat nanti aku akan menjadi seorang penulis
terkenal. Seolah-olah semangatku hadir lagi untuk kembali pada dunia tulis.
Awalnya, aku sangat ragu untuk
kembali kepada dunia tulis karena jadwal perkulihanku begitu padat dan aku
takut kalau ini akan menghambat perkuliahanku. Namun, sebuah bbm membuat hatiku
tersentak dan dia begitu percaya kalau aku mampu.
“Ka,
begitu banyak yang kirim broadcast yang sama mengenai blogmu itu. Aku mohon
lanjutkan tulisan-tulisanmu sayang. Mulailah ambil pena lagi dan rangkailah
kata demi kata yang akan menjadi cerita yang sangat mengharukan. Lihat para
temanmu mendukungmu semua. Mereka yakin kalau kamu bisa ka,” isi bbm tersebut
yang dikirimnya kepadaku
“Aku
takut kalau aku tidak mampu membagi waktuku antara dunia tulis dan
perkulihanku,” balasku kepadanya
“Jangan
kamu anggap kalau dengan berkarya dat menghambat perkulihanmu!,” balasnya
“Aku
tidak percaya pada diriku kalau aku bisa,” balasku
“Lihat
kami! Kami yang menunggu karya-karya terbaikmu muncul kembali di blog kamu.
Kami percaya kalau kamu bisa dan seharusnya kamu lebih percaya kalau dirimu
juga bisa. Jangan kecewakan kami Ka!,” balasnya
Sungguh kata-katanya membuatku
menggetar dan mulailah mendetakan jantung ini. Mereka begitu percaya kepadaku
dan aku tidak ingin mengecewakan mereka. Tetapi aku masih berpikir seribu kali
dalam mengambil keputusan untuk kembali kepada dunia tulis.
Aku melangkah menuju kamar mandi
untuk berwudhu dan melaksanakan shalat dua raka’at agar keputusanku ini tidak
berdampak buruk padaku dan juga yang lainnya.
Ku bentangkan sajadah hijauku,
sajadah pemberian ayah dengan harapan aku bisa menjadi anak yang sholeh dan
mampu membawa mereka ke syurga melalui pintu mana saja.
Aku memulai shalatku. Di sujud
terakhir, aku utarakan kebimbanganku mengenai hal yang aku rasakan agar
keputusanku nanti tidaklah menjerumuskanku dan juga orang-orang di dalamnya.
Ku temukan kedamaian di dalamnya
yang mampu membuat hilangnya rasa kebimbangan ini. Aku pun memutuskan untuk
memilih melanjutkan tulisan-tulisanku lagi dan tetap fokus pada perkuliahanku.
Karena mereka percaya aku bisa dan seharusnya aku juga percaya kalau aku mampu.
Sebisa mungkin aku akan membagi waktuku agar aku mampu menyeimbangkan segalanya
dan takkan ku biarkan salah satunya terabaikan.
Sang mentari telah menyambut bangun
pagiku hari ini, aku siap menjalani hidupku dengan harapan kalau suatu saat
nanti aku bisa menjadi orang yang sukses dan bermanfaat bagi banyak orang.
Sebelum aku pergi ke kampus tak lupa, ku buka diary yang telah lama tak ku
coret-coret dengan harapku sebelum aku berangkat ke sekolah dulu. Diary yang
telah ku biarkan berdebu disaat dulu aku memutuskan untuk berhenti menulis
apapun yang berhubungan dengan bakatku ini.
“Huk
huk huk,” aku pun batuk dibuat oleh debu yang telah menutupi diary pinkku itu
Perlahan demi perlahan ku bersihkan
debunya hingga kini kembali menjadi diary yang sangat ku sayangi. Dahulu diary
inilah yang menjadi teman curhatku semasa aku duduk di bangku SMP. Bersamanya
aku damai dan tenang walauku tahu diary makhluk mati, dia tidak akan memberikan
solusi padaku sedikitpun karena dia bisu. Namun, entah mengapa aku nyaman jika
telah menuliskan apa yang ada di hati ini kepadanya.
Aku mulai mengambil penaku dan
membuka perlahan lembaran demi lembaran yang sudah banyak terisi, tetapi harus
berhenti di tengah lembaran yang masih kosong hingga lembar terakhir kertas
diaty tersebut.
“Terima
kasih Tuhan atas segala apapun yang membuatku mampu bertahan hari ini. Yang
membuatku mampu merasakan kedamaian di dalam duniaku ini. Tuhan aku mohon bantu
aku untuk bisa membagi waktuku antara perkuliahanku dengan dunia tulisku. Tuhan
dari aku kecil aku ingin menjadi seorang dosen matematika agar aku bisa
menuangkan ilmuku pada mereka yang membutuhkanku dan semenjak aku SMP aku
berkhayal untuk bisa menjadi seorang penulis terkenal hingga aku sibuk
menuangkan tulisanku di diary dan memilih untuk menyebarkan karyaku melalui
blog yang ku buat dengan harapan suatu saat aku bisa menyalurkan bakatku di
sana dan menjadi penulis yang berguna bagi para fansku kelak. Hingga kini aku
memutuskan suatu saat nanti aku akan menjadi sosok seorang dosen yang mampu berkarya
di dunia tulisan. Tuhan aku tahu rencanaMu lebih indah dari yang aku bayangkan
saat ini. Apapun yang terjadi untuk masa depanku nanti aku percaya aku akan
bahagia,” tulisanku pun berhenti karena aku harus ke kampus menuntut ilmu
Aku berharap setiap usaha dan doaku
akan datang di kehidupanku ini. Aku juga percaya pada Tuhan kalau Dia akan
memberi yang lebih indah lagi dari apa yang aku impikan di masa depanku untuk
bisa menjadi dosen matematika yang juga berkarya di bidang karya tulis. Yang
kelak akan mendapatkan banyak penghargaan dari para orang-orang yang ada di
sekitarku nanti. Dan para fans yang selalu mendukungku hingga nafasku berhenti
dengan sendirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar